Etika Profesi Hukum dalam Krisis Integritas

 

Etika Profesi Hukum dalam Krisis Integritas

Oleh: Ir. Dedi Mulyadi, MM


Kata Pengantar

Dalam sebuah bangsa yang menjunjung tinggi hukum, integritas bukan sekadar nilai tambahan, melainkan fondasi utama. Namun, realitas hukum di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan adanya krisis integritas yang melibatkan berbagai aktor hukum: jaksa, hakim, pengacara, bahkan penegak hukum lainnya. Makalah ini bertujuan untuk menelaah urgensi etika profesi hukum di tengah badai krisis integritas, serta menawarkan refleksi dan solusi menuju sistem hukum yang lebih bermoral, adil, dan manusiawi.


Bab 1: Pengantar Etika Profesi Hukum

Etika profesi hukum adalah prinsip moral dan standar perilaku yang harus dipegang oleh pelaku hukum dalam menjalankan tugasnya. Prinsip-prinsip ini meliputi:

  • Keadilan: menegakkan kebenaran tanpa diskriminasi.

  • Kerahasiaan: menjaga informasi klien atau kasus.

  • Kemandirian: bebas dari intervensi politik atau kekuasaan.

  • Integritas: konsisten dalam nilai dan kebenaran.

  • Akuntabilitas: bertanggung jawab atas tindakan profesionalnya.

Namun, dalam praktik, seringkali etika ini tergerus oleh tekanan politik, ekonomi, dan kepentingan kelompok.


Bab 2: Krisis Integritas: Gejala dan Akar Masalah

Krisis integritas muncul ketika hukum tidak lagi menjadi alat keadilan, tetapi alat kekuasaan. Beberapa gejalanya:

  • Kriminalisasi administratif: pelanggaran birokrasi dibungkus sebagai tindak pidana korupsi.

  • Pengacara dan jaksa "bermain mata": membangun skenario demi keuntungan pribadi.

  • Intimidasi terhadap keluarga tersangka: menekan psikologis agar patuh pada konstruksi hukum yang telah diarahkan.

  • Putusan yang tidak berdasar keadilan substansial, tapi keadilan prosedural semata.

Akar dari krisis ini adalah lemahnya pengawasan internal, budaya permisif, serta ketidakhadiran moral dalam pendidikan hukum.


Bab 3: Studi Kasus

1. Kasus Tunjangan Dewan Kota Banjar

Seorang Sekretaris Dewan menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan administrasi tunjangan. Padahal dalam struktur organisasi, tanggung jawab kolektif seharusnya melibatkan unsur pimpinan legislatif. Namun, penegakan hukum hanya menyasar pihak administratif.

2. Kasus Andin Taryota (KKP)

Diduga melakukan kesalahan administratif, namun divonis bersalah dalam konteks pidana korupsi. Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah semua kesalahan birokrasi harus ditarik ke wilayah hukum pidana?

3. Tom Lembong dan Putusan Tipikor

Ketika vonis bersandar pada persepsi bukan bukti kuat, maka hukum menjadi ruang tafsir yang bias. Persepsi penyidik dapat mengalahkan bukti empiris, apalagi jika media dan politik ikut menekan.


Bab 4: Keteladanan dan Kontradiksi

Profesi hukum semestinya menjadi teladan, namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Banyak advokat menjadi "makelar kasus", jaksa "bermain target", dan hakim "bermain perasaan". Masyarakat kehilangan kepercayaan pada institusi penegak hukum, karena vonis dapat dibeli, dan keadilan terasa mahal.


Bab 5: Menuju Hukum Bermoral dan Adil

Apa yang perlu dilakukan?

  • Revitalisasi pendidikan hukum: tanamkan nilai-nilai etik sejak dini.

  • Kewajiban kode etik profesi ditegakkan: sanksi berat bagi pelanggar.

  • Transparansi publik dan pengawasan sosial: masyarakat sipil harus diberdayakan untuk mengawasi proses hukum.

  • Reformasi peradilan: sistem satu pintu dalam perekrutan dan evaluasi hakim, jaksa, dan advokat.


Bab 6: Refleksi Akhir

Etika dan integritas bukanlah sesuatu yang bisa dibeli atau dimanipulasi. Ia lahir dari hati yang jujur, pendidikan yang luhur, dan lingkungan yang mendukung. Jika hukum hanya jadi instrumen kekuasaan, maka hukum itu sendiri yang akan kehilangan martabatnya.


Epilog

Bangsa ini tak akan besar karena banyaknya pasal atau rumitnya aturan, tapi karena keberanian para penegak hukum untuk berkata jujur, berlaku adil, dan tidak menggadaikan hati nurani. Saatnya profesi hukum berdiri di barisan depan dalam menjaga moral bangsa. Integritas bukan sekadar etika profesi, tetapi napas dari hukum itu sendiri.


Daftar Pustaka

  1. Satjipto Rahardjo. Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan.

  2. Jimly Asshiddiqie. Etika Konstitusi dan Hukum dalam Kehidupan Berbangsa.

  3. Mahfud MD. Politik Hukum di Indonesia.

  4. Komnas HAM & Lembaga Kajian Hukum dan Etika.

  5. Kode Etik Advokat Indonesia – PERADI.

  6. Data dan dokumentasi pengadilan Tipikor & Komisi Yudisial.

Comments

Popular posts from this blog

EVALUASI PERKEMBANGAN MAJOR PROJECT KORPORASI PETANI TAHUN 2020

Sajak Sufi Sunda: “Leumpang Dina Kalurugan Cahaya”