🌌 Sajak: “Shalat, Mi’raj yang Terlupakan”

(Untuk ruh-ruh yang mencari Tuhan dalam sujudnya)
Di antara gema azan dan gemuruh dunia,
ada panggilan sunyi yang mengetuk dada,
bukan sekadar waktu lima kali sehari,
tapi janji jiwa untuk kembali.
Shalat, katanya, adalah tiang agama,
namun di tangan yang terburu, ia runtuh tanpa suara.
Ia berdiri... tapi hatinya duduk.
Ia sujud... tapi ruhnya jauh melesat.
Wahai engkau yang mencintai Allah dalam dzikir tersembunyi,
sudikah kau bertemu-Nya bukan hanya saat sempit dan rugi?
Bukankah Rasul berkata,
"Shalat adalah mi’raj bagi jiwa?"
Maka berdirilah bukan sebagai tubuh semata,
tapi sebagai ruh yang kembali kepada Pencipta.
Takbirkan hatimu…
Tinggalkan dunia di belakang takbir pertama.
Ketika engkau membaca Al-Fatihah,
jangan hanya lisanmu yang mengucap,
biarkan hatimu menjawab,
"Iyyaka na’budu, wa iyyaka nasta’in,"
dengan rasa takut dan rindu yang bercampur hening.
Sujudlah—
bukan karena kewajiban,
tapi karena engkau tahu,
di tanah itu,
segala sombongmu akan luluh.
Shalat, wahai kekasih,
bukan sekadar rakaat yang dihitung,
tapi nafas yang dipersembahkan,
detik yang dipenuhi cinta,
dan waktu yang larut dalam Nama-Nya.
Wustha—shalat tengah hari—
adalah ujian bagi yang terhimpit urusan,
siapa yang mengutamakan Allah dalam sibuknya,
maka Allah akan mencintainya dalam sunyinya.
Jaga shalatmu…
sebagaimana kau menjaga rahasia cinta,
sebab di dalamnya,
ada bisikan Tuhan yang tak didengar oleh dunia.
Ya Allah,
ajarkan kami sujud yang bukan hanya ke bumi,
tapi ke hadapan-Mu.
Ajarkan kami ruku’ yang bukan hanya tunduk tubuh,
tapi tunduk akal dan nafsu.
Jadikan shalat kami jembatan,
dari dunia fana menuju wajah-Mu yang kekal.

📿 Penutup: Doa dalam Puisi

Comments

Popular posts from this blog

EVALUASI PERKEMBANGAN MAJOR PROJECT KORPORASI PETANI TAHUN 2020

Sajak Sufi Sunda: “Leumpang Dina Kalurugan Cahaya”