“Shalat Wajib: Mi’raj Ruhani Menuju Hadirat Ilahi”

 

🕊️ CERAMAH TASAWUF

“Shalat Wajib: Mi’raj Ruhani Menuju Hadirat Ilahi”

Berdasarkan: Riyadhus Shalihin Bab 193 (Imam Nawawi)
Disarikan dari: QS. Al-Baqarah: 238, QS. At-Taubah: 5, Hadis Shahih, dan ajaran tasawuf klasik

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji bagi Allah yang membuka tabir malam dengan panggilan shalat, yang memanggil jiwa untuk sujud dalam dzikir dan fana. Shalawat dan salam untuk kekasih ruhani kita, Sayyidina Muhammad ﷺ, yang bersabda:
"Shalat itu adalah mi’rajnya orang beriman."
(HR. Thabrani)

Dalam ilmu fiqih, shalat adalah rukun Islam yang kedua, wajib ditegakkan dalam bentuk gerakan dan bacaan.
Namun dalam tasawuf, shalat lebih dari sekadar gerakan — ia adalah perjalanan ruh, pertemuan dengan Allah, dan simbol penyucian batin.
Bab 193 Riyadhus Shalihin membuka pintu tadabbur itu, melalui ayat:
“Peliharalah semua shalatmu, dan terutama shalat Wustha...” (QS. Al-Baqarah: 238)
Ayat ini tidak hanya menyeru untuk menjaga waktu, tapi juga menjaga hati dalam kehadiran.

1. Shalat sebagai Mi’raj Ruhani
Nabi bersabda:
“Shalat adalah mi’raj orang mukmin.”
➡️ Artinya, sebagaimana Nabi ﷺ naik ke Sidratul Muntaha saat Isra-Mi’raj, setiap jiwa juga bisa "naik" bertemu Allah melalui shalat yang khusyuk.
Kata Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin:
"Barang siapa dalam shalatnya tidak merasa bahwa ia sedang berdiri di hadapan Allah, maka ia belum memulai shalatnya."
Maka shalat bukan sekadar “melaksanakan”, tapi menghadirkan ruh dalam hadirat-Nya.

2. Shalat sebagai Penyucian Hati (Tazkiyatun Nafs)
Shalat yang benar membersihkan batin dari kotoran nafsu.
Allah berfirman dalam QS. Al-‘Ankabut: 45:
"Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar."
➡️ Sufi seperti Ibn ‘Athaillah berkata:
“Jangan kau katakan shalatmu diterima, jika shalat itu tidak mengubah perilakumu.”
📿 Maka setiap sujud bukan sekadar gerakan fisik, tapi sujud ego, perendahan diri, dan pembakaran nafsu.

3. Shalat sebagai Jalan Musyahadah (Penyaksian Allah)
Para wali Allah melihat shalat sebagai momen bercermin kepada Nur Ilahi.
Dalam posisi tuma’ninah dan diam, di situlah hijab antara hamba dan Rabb terangkat.
Kata Syaikh Ahmad Zarruq:
"Setiap takbir adalah panggilan menuju hadirat Tuhan, setiap sujud adalah pelukan rahmat-Nya."
Shalat yang sejati bukan tentang selesai tepat waktu, tapi masuk ke dalam Waktu-Nya Allah — waktu ruhani, bukan jam dunia.
Tazkiyah Qalbi – menyucikan hati dengan dzikir sebelum shalat
Hushush al-Khushu’ – khusyuk bukan hanya dalam gerakan, tapi dalam niat dan pandangan
Muraqabah dan Hudhur – merasakan Allah melihat kita saat berdiri dan bersujud
Apakah kita sudah shalat secara batin? Atau hanya sekadar tubuh yang membungkuk dan bangkit?
Apakah shalat kita telah membuat kita mencintai Allah lebih dalam? Atau hanya rutinitas kosong?
"Ya Allah, jadikan shalat kami bukan hanya gerakan, tapi jalan menuju-Mu. Jadikan setiap takbir kami panggilan cinta, setiap sujud kami pemusnahan ego. Bukakan pintu musyahadah, agar kami shalat seakan melihat-Mu, dan bila tidak, kami yakin Engkau melihat kami. Aamiin."
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
🌙🕊️


Comments

Popular posts from this blog

EVALUASI PERKEMBANGAN MAJOR PROJECT KORPORASI PETANI TAHUN 2020

Sajak Sufi Sunda: “Leumpang Dina Kalurugan Cahaya”