Posts

Showing posts from June, 2025

Sajak Tadabbur Surat Al-Bayyinah, Judul: “Cahayana Anu Jelas”

 Sajak Tadabbur Surat Al-Bayyinah Judul: “Cahayana Anu Jelas” Berdasar Surah Al-Bayyinah (QS. 98: 1–8), ngeunaan datangna Rasul, ajaran tauhid, sareng kabagjaan jalma mu’min. Bumi gelap ku kagorengan, Haté nyasat dina kabobodoan, Tapi Gusti teu ninggalkeun mahluk, Ditarima ku cahaya – béja nu kacida jelasna: Al-Bayyinah. Rasul ti Mantenna, Ngabawa ayat-ayat nu suci, Lempeng tur langgeng, Ngabedakeun nu haq jeung batil, Ngajarkeun tauhid, ngajarkeun iman, Ngabersihan haté tina kabodoan. Teu saréréa narima eta cahaya, Nu kafir – Ahli Kitab jeung musyrik, Pangheulana ditunjuk, tapi loba nu mungkir, Sedengkeun nu iman – sanajan saeutik, Teguh kana solat jeung zakat, Tuluy jadi ummat nu dipuji ku langit. Al-Bayyinah — lain ukur béja, tapi petunjuk, Sagalana jéntré, moal leungit di angin goréng, Jalan nu satuju, jalan nu mulya, Ngabimbing kana syurga ‘Adn – tempat nu langgeng bagjana. Sujudna mu’min — lain leungeun kana taneuh, tapi haté kana Iman, Zakatna — lain ukur harti, tapi sabagéa...

Hijrah dalam Sunyi, Muharram dalam Dzikir

  Hijrah dalam Sunyi, Muharram dalam Dzikir Sajak Sufi Awal Tahun Baru Hijriyah Di batas malam yang sunyi, ketika kalender berganti, dan dunia sibuk merayakan angka, aku menyepi— membawa sepi kepada Ilahi. Bulan Muharram telah datang, bukan hanya sebagai angka pertama, tetapi sebagai tanda bahwa waktu adalah amanah, dan hijrah bukan hanya sejarah, melainkan jalan ruh menuju cinta Allah. Wahai jiwa… apakah engkau masih mengulang dosa lama? Apakah engkau masih berjalan di jalan yang tidak mengarah pada-Nya? Tahun baru ini bukan untuk bersorak, tetapi untuk bertanya: “Apakah langkahku telah mendekat atau menjauh?” “Apakah hatiku telah tenang atau makin rapuh?” Muharram bukan bulan biasa, ia adalah bulan yang Allah sebut sebagai suci. Bulan ketika darah dilarang mengalir, dan dzikir harus lebih deras daripada keluhan. Ingatlah, hari Asyura mendekat... Hari ketika Musa diselamatkan, dan ketika kebenaran tak dibiarkan tenggelam. Apakah engkau akan berpuas...

🌙 Muharram: Tahun Baru Jiwa yang Ingin Pulang

  🌙 Muharram: Tahun Baru Jiwa yang Ingin Pulang Sajak Sufi tentang Awal Hijrah dan Tujuh Cahaya Muharram Tahun tak hanya berganti di langit, tetapi juga seharusnya di hati. Saat bumi mencatat angka baru, langit menantikan hamba-hamba yang ingin berubah, bukan sekadar berjalan. Inilah Muharram… Bulan sunyi yang disucikan, bulan awal bagi mereka yang ingin hijrah, dari gelap diri menuju cahaya Ilahi. 🌟 1. Bulan yang Allah Sucikan "Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah dua belas... di antaranya ada empat bulan yang suci." (QS. At-Taubah: 36) Dan Muharram adalah yang pertama, yang dijaga para malaikat dengan lembutnya rahmat. 🌟 2. Bulan Allah (Syahrullah) Muharram disebut Syahrullah – Bulan Allah. Adakah kehormatan yang lebih tinggi? Ketika sebuah waktu diberi nama-Nya, maka waktu itu pun menjadi pintu rahmat dan pengampunan. 🌟 3. Puasa Terbaik Setelah Ramadan Sabda Nabi: “Puasa paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, ...

Hijrah dalam Sunyi, Muharram dalam Dzikir

  Hijrah dalam Sunyi, Muharram dalam Dzikir Sajak Sufi Awal Tahun Baru Hijriyah Di batas malam yang sunyi, ketika kalender berganti, dan dunia sibuk merayakan angka, aku menyepi— membawa sepi kepada Ilahi. Bulan Muharram telah datang, bukan hanya sebagai angka pertama, tetapi sebagai tanda bahwa waktu adalah amanah, dan hijrah bukan hanya sejarah, melainkan jalan ruh menuju cinta Allah. Wahai jiwa… apakah engkau masih mengulang dosa lama? Apakah engkau masih berjalan di jalan yang tidak mengarah pada-Nya? Tahun baru ini bukan untuk bersorak, tetapi untuk bertanya: “Apakah langkahku telah mendekat atau menjauh?” “Apakah hatiku telah tenang atau makin rapuh?” Muharram bukan bulan biasa, ia adalah bulan yang Allah sebut sebagai suci. Bulan ketika darah dilarang mengalir, dan dzikir harus lebih deras daripada keluhan. Ingatlah, hari Asyura mendekat... Hari ketika Musa diselamatkan, dan ketika kebenaran tak dibiarkan tenggelam. Apakah engkau akan berpuas...

🕯️ Istighfar: Jalan Sunyi Menuju Pelukan-Nya

  🕯️ Istighfar: Jalan Sunyi Menuju Pelukan-Nya Berdasarkan Tadabbur Al-Qur’an dan Hadis Nabi Aku datang bukan dengan pahala, tapi dengan beban yang menggigil di pundakku. Aku mengetuk pintu-Mu, ya Allah, dengan satu kata yang Engkau ajarkan sendiri: “Astaghfirullah...” Di dalam kata itu, terdapat air mata Adam yang turun ke bumi, terdapat kerendahan Musa di lembah suci, terdapat bisikan Muhammad ﷺ yang memohon ampun seratus kali sehari— padahal beliau telah dijamin surga. "Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi siapa yang bertaubat, beriman, dan beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang lurus." (QS. Thaha: 82) Istighfar bukan hanya lafadz, ia adalah tangisan yang tak terdengar, rasa malu yang tak terlihat, dan pengakuan paling jujur antara hamba dan Tuhannya. Nabi bersabda: "Barang siapa memperbanyak istighfar, Allah akan menjadikan jalan keluar dari setiap kesempitan, dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka." (HR. Ahmad) Y...

🌤️ Ajakan Berdoa di Pagi Hari

  🌤️ Ajakan Berdoa di Pagi Hari Bangkit Bersama Cahaya, Sujudkan Hati Sebelum Langkah Dimulai Assalamu’alaikum, wahai jiwa yang baru terjaga... Mata telah terbuka, nafas terasa kembali mengalir, dan dunia mulai bergerak. Tapi sebelum engkau sibuk dengan agenda harimu, berhentilah sejenak... untuk menyadari bahwa bangun ini bukan kebiasaan—tapi karunia. Mari ucapkan doa yang diajarkan Rasul: "Alhamdulillahil ladzii ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur." “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami (sementara), dan kepada-Nya kami akan kembali.” 🌱 Itulah doa bangun tidur — bukan sekadar kalimat, tapi pengingat bahwa hidup ini sementara, dan setiap pagi adalah ‘hidup kembali’. 🤲 Maka marilah kita berdoa pagi ini: Ya Allah... Engkau telah membangunkanku dari tidur, maka bangunkan pula hatiku dari lalai. Berilah aku pagi yang tenang, langkah yang Engkau berkahi, dan hati yang Engkau penuhi dengan syukur. Jadi...

📜 Ulul Albab: Jiwa yang Menyala oleh Cahaya Langit Sajak-Sajak Sufi dari Tadabbur QS. Ali ‘Imran: 190–194

  📜 Ulul Albab: Jiwa yang Menyala oleh Cahaya Langit Sajak-Sajak Sufi dari Tadabbur QS. Ali ‘Imran: 190–194 🌌 1. Di Antara Langit dan Bumi, Aku Mencari-Mu (QS. 3:190) "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal." Aku melihat langit, tapi yang kulihat bukan awan, melainkan gerak hati yang tunduk . Aku memandang bumi, tapi yang kurasakan bukan tanah, melainkan bekas sujud kekasih-kekasih Allah. Malam dan siang bukan pergantian waktu, mereka adalah dua ayat cinta yang bersaksi bahwa Tuhan sedang berbicara— pelan, tapi pasti. 🕯️ 2. Yang Berdzikir Saat Dunia Lupa (QS. 3:191) "Mereka yang mengingat Allah saat berdiri, duduk, dan berbaring, dan memikirkan ciptaan langit dan bumi..." Aku ingin menjadi dia— yang berdzikir meski tidak dilihat, yang berpikir meski dunia sibuk bersenang. Ia tidak selalu suci, tapi ia tak pernah lelah mengetuk pintu langit dengan satu kalimat: “Ya A...

Tadabbur QS. Al-Furqan ayat 74:

  Tadabbur QS. Al-Furqan ayat 74: وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا "Dan orang-orang yang berkata: 'Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.'" 🌺 Sajak: Doa Para Pecinta yang Ingin Pulang Bersama Wahai Rabb yang memelihara cinta, kami tak meminta rumah besar, tak juga mahkota atau nama— kami hanya ingin, menatap wajah istri dan anak-anak kami dalam sujud, dan melihat cahaya surga dari mata mereka. Bukan harta yang kami jaga, tapi shalat mereka. Bukan warisan yang kami tinggalkan, tapi jejak sujud dan air mata taubat. Ya Rabb… Jadikan keluarga kami penyejuk mata , bukan pembakar dada, penuntun ke surga , bukan pengikat ke dunia. 🏡 Kami tahu, rumah itu sempit jika tanpa dzikir, dan anak-anak itu liar jika tak Kau jaga dengan rahmat-M...

Tadabur Surat An-Nisa Ayat 51

 Surat An-Nisa Ayat 51 أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ نَصِيبًا مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ يُؤْمِنُونَ بِٱلْجِبْتِ وَٱلطَّٰغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا۟ هَٰٓؤُلَآءِ أَهْدَىٰ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ سَبِيلًا Arab-Latin: A lam tara ilallażīna ụtụ naṣībam minal-kitābi yu`minụna bil-jibti waṭ-ṭāgụti wa yaqụlụna lillażīna kafarụ hā`ulā`i ahdā minallażīna āmanụ sabīlā Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Referensi: https://tafsirweb.com/1583-surat-an-nisa-ayat-51.html 🌑 Sajak: Ketika Kitab Ditinggal, Berhala Diangkat Telah datang cahaya, tapi sebagian memilih bayangan. Diberi Kitab dari langit, namun hatinya condong pada bumi. Mereka membaca firman Tuhan, tapi sujudnya pada kekuasaan palsu. Lafaz mereka suci, tapi cintanya pada thaghut dan jibt— berhala yang...

Sajak Sufi: Di Antara Mereka yang Bersabar

  Sajak Sufi: Di Antara Mereka yang Bersabar الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ "(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali ‘Imran: 17) Di ujung malam, saat dunia lengang, Ada jiwa-jiwa yang bangun dalam diam. Bukan untuk dilihat, bukan untuk dipuji, Tetapi untuk menangis, Pada Tuhan yang tak pernah tidur. Mereka bukan penghuni panggung, Tetapi para pejalan yang setia dalam gelap, Yang menyulam sabar di balik luka, Yang menegakkan kejujuran meski sendiri. Tunduknya bukan keterpaksaan, Tapi cinta. Infaknya bukan karena lebih, Tapi karena merasa tak punya, kecuali Allah. Dan saat sahur, Ketika dunia masih sibuk dengan tidur dan selimut, Mereka mengangkat tangan, bukan untuk meminta dunia— tapi untuk dibersihkan dari debu dosa. Mereka bukan siapa-siapa di mata manusia, Tapi mulia di lan...

Tadabbur dan perenungan ruhani atas sabda Rasulullah SAW:

  Tadabbur dan perenungan ruhani atas sabda Rasulullah SAW: "Orang yang paling cerdas adalah mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk akhirat. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdas." (HR. Ibnu Majah no. 4259) 🕊️ "Yang Paling Cerdas" Tadabbur Hadis Nabi tentang Kematian dan Akhirat Bukan ia yang pandai bersilat lidah, bukan pula yang cepat menghitung angka. Tapi ia yang paling sering mengingat… bahwa napas ini akan berhenti, bahwa tubuh ini akan diam dalam tanah, dan hanya amal yang tetap berbicara. Orang cerdas, kata Nabi, bukan yang membangun istana di dunia, tapi yang merancang rumah di akhirat. Ia hitung tiap waktu seperti emas, ia rawat tiap detik seperti cahaya. Ia pandai menangis, bukan karena luka dunia, tapi karena takut tak siap saat dipanggil pulang. Ia bersahabat dengan sepi, menggenggam dzikir seperti pelita, karena ia tahu, jalan ke surga itu sunyi… dan hanya yang menyiapkan bekal, yan...

🔥🌿 "Jalan Nu Béda, Cahaya Nu Sarua" Tadabbur QS. Al-Insan: 27–31

  🔥🌿 "Jalan Nu Béda, Cahaya Nu Sarua" Tadabbur QS. Al-Insan: 27–31 Sabagian jalma milih dunya , sabab dunya katingal éndah dina sakilat panon. Tapi panon batinna buta , teu ningali yen éta sagalana ngan sabentar. “Innahaa yuhibbuunal ‘aajilata…” Maranéhanana asup kana kasibukan nu taya tungtung, bari mopohokeun poé nu saéstuna. Poé nu bakal datang kalayan beurat jeung caang nu matak silau. Tapi aya golongan séjén, anu dipaparin hidayah ku Gusti , henteu sabab aranjeunna pinter, tapi sabab haténa narima cahaya. “Nahnu khalaqnaahum…” Gusti nyiptakeun awak jeung kuatananana, tapi ogé nyiptakeun kabéh jalan, jeung pituduh pikeun nu milari. “Wa idzaa syi’naa baddalnaa amtsaala hum tabdiilaa…” Lamun Gusti hayang, bisa waé diganti sagalana, awak ieu, umur ieu, malah kahirupan ieu — sabab kabéh ngan titipan. Maka sing eling: Ieu téh pilihan, tapi ogé amanah. Jalan dunya nu ngajangjikeun, atawa jalan akhirat nu kadang sepi tapi mulya. “Inna haadziihi tazkiroh…” Ie...

🌌 "Peuting Nu Jadi Panto Langit" Tadabbur QS. Al-Insan: 23–26

  🌌 "Peuting Nu Jadi Panto Langit" Tadabbur QS. Al-Insan: 23–26 Gusti nyarios, “Kami turunkan Qur’an ieu saeutik-saeutik…” sapertos hujan nu henteu ngagebrus, tapi ngucur, nyusup ka sajero-jero haté. Maka sabaraha suci jalma-jalma nu sabar, nu henteu kagoda ku cepetna dunya, sabab haténa nitipkeun waktu ka Gustina. “Sabar kana paréntah Gusti…” henteu sabar anu pasrah buta, tapi sabar anu tawadhu’, tangguh, jeung nyaho arah . Maranéhanana ngalaksanakeun dzikir waktu soré jeung subuh, basa jalma séjénna molotot kana layar dunya, anjeunna molotot kana Arsy Gusti dina haténa. “Wa dzkur isma rabbika bukratan wa ashiyaa…” Dzikirna henteu lantang, tapi nyambung ka langit, ti unggal tarikan napas, nepi ka unggal heuseup ruh. Dina peuting, manéhna sujud, tuluy nangtung – tuluy sujud deui, najan hate na lieur ku lampah dunya, tapi jasadna nyambung jeung langit. Anjeunna takwa ka poé nu pinuh murka jeung kacemasan, sabab manéhna terang: Cinta ka Allah...

🌸 "Di Lemah Salsabila" Tadabbur QS. Al-Insan: 11–22

  🌸 "Di Lemah Salsabila" Tadabbur QS. Al-Insan: 11–22 Nu sabar pikeun Anjeun, Gusti… ayeuna dihampura ku sejuk nu langgeng. Anjeunna dipangmeunangkeun istirahat, ti letih dunya, ti panas cobaan. Anjeunna diuk dina dangdanan permata, dina ranjang nu leumpang ngurilingan bagja. Di sakurilingna, malaikat datang ngalayad, teu pikeun nyabut nyawa, tapi pikeun ngawula dina kaagungan. “Sharaaban thaahuuraa…” Inuman bersih, nyucikeun haté nu geus suci. Ti mata air Salsabila, ngalir kana cangkir-cangkir emas, henteu pikeun nu sombong, tapi pikeun nu nyumputkeun amalna. Pelayan nu saumur kembang, leumpang ngalayani kalayan sumanget suci, ngagolérkeun gelas nu teu kungsi habis, sabab éta ganjaran pikeun haté nu henteu nyieun perhitungan. Maranéhanana ngagem sutra halus, di jero jeung luar, sareng gelang perak nu nyorot di leungeunna. Tapi nu leuwih indah ti éta: "Wa saqaahum rabbuhum sharaaban thahuuraa..." Gusti nyuguhkeun langsung! Henteu ma...

🍂 "Maparin pikeun Anjeun, Gusti" Tadabbur QS. Al-Insan: 6–10

  🍂 "Maparin pikeun Anjeun, Gusti" Tadabbur QS. Al-Insan: 6–10 Di alam nu sepi, aya jalma-jalma leuleus haténa, ngagolér kalawan lapar , taya nu nyaho kecuali langit jeung Gusti. Tapi datang jalma nu henteu boga loba, ngan mawa rasa nu pinuh ku asih, maparin roti ka fakir, yatim, jeung nu dipasung. Sanajan dirina sorangan hayang, anjeunna ngahaturkeun kalayan sepi: “Kami maparin ieu lain pikeun anjeun, tapi pikeun Anjeun, Ya Allah…” “Henteu hayang syukur, henteu narima pamalesan.” Naon nu bisa nyusud ku niat suci sapertos kitu? Ieu lain amal lahir, tapi cahayana batin. Siga lampu nu hurung di peuting nu baseuh. Ieu amal para wali: anu ngalakukeun amal saperti rahasia, disumputkeun tina dunya, dipasrahkeun ka Gusti. Aranjeunna sieun kana poé nu matak matakucueun, poé waktu sagalana kabuka, tapi amalna henteu disebatkeun, cukup dipikanyaho ku Anu Maha Nyaho.

Api jeung Angin Ti Gusti" Tadabbur QS. Al-Insan: 4–5

    Api jeung Angin Ti Gusti Tadabbur QS. Al-Insan: 4–5 Pikeun nu mungkir, disadiakeun seuneu nu nyamber , teu ngan dina jero kahirupan, tapi di jero haténa sorangan. Angin panas , nu ngalalap kahadean nu ditampik, sabab haténa geus beku, henteu nampi cahaya. Tapi pikeun nu milih jalan cahaya, disayagikeun sagala anu mulya, tina gelas-gelas emas nepi ka arusna kaheningan, kahirupan nu teu ngan ngeuyeuban awak, tapi nyiram ruh nu duka lila lapar. “Innal abraara yasyrabuuna min ka’sin kaana mizaajuhaa kaafuuraa” – Teu sakadar nginum tina sagelas, tapi ngarasakeun asih Gusti anu ngagenclang dina unggal tetesna. Gusti henteu ngan nyadiakeun balasan, tapi ngalembarkeun rasa , pikeun anu ikhlas neundeun laku dina rusiah.

🕊️ "Ti Taya Kana Aya" Tadabbur QS. Al-Insan: 1–3

  🕊️ "Ti Taya Kana Aya" Tadabbur QS. Al-Insan: 1–3 Aya waktu manusa can disebut nanaon, ngan roh neundeun di langit Alloh nu Mahakawasa. Ti taya, jadi aya, ku iradah Gusti nu Maha Agung, Diciptakeun pikeun diuji, dihijikeun ku kahadean jeung kahadean deui. Gusti masihan jalan dua: Jalan syukur atawa kufur, jalan nu nembus langit atawa nu leungit dina hawa napsu. Tapi sufi henteu ngan milih, tapi ngarasakeun unggal kahayang Gusti salaku kabagjaan. "Aya waktu... can aya waktu..." Tapi ayeuna aya— jadi kawajiban pikeun ngarasakeun kahirupan salaku titipan, jeung hirup salaku jawaban tina panggilan langit. Wahai manusa, Naon hartina hirup lamun teu nyaho saha nu nyiptakeun anjeun? Ulah neukteuk diri ku kahariwang, sabab Gusti geus nyayagikeun jalan pikeun balik deui— jalan nu dipilih ku ruh-ruh anu sadar.

🌸 Sajak Sufi: “Mereka yang Bahagia dalam Keabadian”

  🌸 Sajak Sufi: “Mereka yang Bahagia dalam Keabadian” Tadabbur QS. Hūd: 108 “Wa ammal-ladzīna suʿidū fa fīl-jannati khālidīna fīhā mā dāmatis-samāwātu wal-arḍu illā mā shā’a rabbuk, ‘athā’an ghaira majdzūdz.” "Adapun orang-orang yang berbahagia, maka (tempatnya) di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama langit dan bumi ada, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus." Bahagia itu bukan tawa dunia, tapi ketika ruh tenang dalam dekapan cahaya-Nya. Bukan karena dunia memberi, tapi karena Tuhan ridha dan memberi tempat kembali. Mereka yang bahagia bukanlah yang tak diuji, melainkan yang bersabar dan menangis dalam sujud sunyi. Yang berjalan di bumi dengan hati yang tak berpaling dari langit, yang menjahit hidup dengan benang iman dan amal yang tak terlihat. Surga bukan sekadar taman, tetapi rumah bagi jiwa yang sejak dunia telah rindu untuk pulang pada Tuhannya. Di sana, tak ada kehilangan, tak ada keterputusan, ...

🌑 Sajak Sufi: “Hari yang Membungkam Segala Dusta”

  🌑 Sajak Sufi: “Hari yang Membungkam Segala Dusta” Tadabbur QS. Hūd: 105 “Yawma ya’ti la takallamu nafsun illa bi idznih. Fa minhum syaqiyyun wa sa’id.” "Pada hari itu tidak seorang pun berbicara kecuali dengan izin-Nya. Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia." Hari itu akan datang dalam sunyi yang suci tak ada kata terucap, tak ada lidah bersilat, semua terdiam kecuali yang diizinkan-Nya berkata dengan kebenaran yang menyala. Hari itu, mulutmu tak bisa berbohong karena tanganmu akan bicara, kakimu menjadi saksi, dan hatimu—yang selama ini kau sembunyikan— akan menjerit tanpa bisa dikurung lagi. Antara celaka dan bahagia, bukan ditentukan oleh nasib tapi oleh jejak langkah dan zikir yang kau peluk di tengah malam, oleh amal yang kau sembunyikan dari pandangan dunia, oleh air mata yang jatuh saat semua orang tertawa. Wahai jiwa, bersihkanlah kata-kata hari ini, sebelum Hari itu tiba— di mana diam lebih jujur dari segala ujaran...

🌌 Sajak Sufi: "Antara Celaka dan Bahagia" (Tadabbur QS. Hud: 105 dan 108)

  🌌 Sajak Sufi: "Antara Celaka dan Bahagia" (Tadabbur QS. Hud: 105 dan 108) Pada hari itu, lidah-lidah dibungkam oleh Cahaya, tiada satu pun bicara kecuali yang diizinkan oleh-Nya, yang jujur pada nurani, yang bersih dari dusta dunia. Di hadapan Arsy, tiap amal menjadi suara, tiap niat menjadi saksi, tiap diam menjadi getar: apakah engkau celaka, atau bahagia? Wahai jiwa yang terlelap, jangan tunggu waktu dibisukan, karena saat itu kebenaran tak lagi bisa disembunyikan. Celaka itu bukan bara yang menyala, tapi ruh yang menyesal di dalam sesak yang tak kunjung reda, di sanalah suara mereka hanya teriakan dan napas yang tertahan — karena cinta yang ditolak, karena dzikir yang dilupakan. Namun bahagia, adalah ruh yang pulang dalam pelukan kekasihnya, di taman abadi yang tak pernah layu, bersama Tuhan yang tak pernah pergi, dalam damai yang tak bisa diucap. Wahai peziarah, jadilah engkau bagian dari mereka yang bahagia bukan karena dunia, teta...

Tadabbur QS. Ar-Ra'd Ayat 39 dan Doa “Allahumma Arinal Haqqa”

  Tadabbur QS. Ar-Ra'd Ayat 39 dan Doa “Allahumma Arinal Haqqa” Menemukan Kebenaran dalam Cahaya Kehendak-Nya Pendahuluan Dalam kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, manusia sangat membutuhkan petunjuk dan kejelasan akan kebenaran. Banyak yang terjebak dalam fatamorgana dunia, kehilangan arah, dan sulit membedakan antara yang hak (benar) dan yang batil (salah). Dalam konteks ini, Al-Qur’an hadir sebagai cahaya yang menerangi jalan, dan doa menjadi jembatan antara manusia dan Rabb-nya. QS. Ar-Ra’d ayat 39 menjadi salah satu ayat penting yang menyingkap kemahakuasaan Allah dalam menetapkan dan menghapus ketentuan-ketentuan, sementara doa “Allahumma arinal haqqa haqqan…” mencerminkan permohonan mendalam agar kita tidak tersesat dari cahaya kebenaran. Bab I: Teks dan Terjemah QS. Ar-Ra’d Ayat 39 1.1 Teks Arab يَمْحُو ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلكِتَـٰبِ 1.2 Terjemah (Kemenag RI) “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan me...

🏹 "Parit Nu Dijieun Ku Iman"

  🏹 "Parit Nu Dijieun Ku Iman" (Sajak Sunda ngeunaan Ghazwah Khandaq) Di Madinah waktu éta, Angin ngahiliwir ngabeber warta, Musuh ngariung ngora jeung kolot, Mau ngusap cahaya Rasul nu mulya. Parit téh henteu saukur liang, Tapi lambang tina iman nu tandang, Nu ngagali téh lain tukang gali, Tapi para sahabat nu satia tur wani. Rasulullah nyekel pacul, Tungtung sorbanna pinuh leutak, Sagalana dijieun ibadah, Sabagian dunya dikeureuyeuh ku lillah. “Bismillah... ieu batu bakal dipacok,” Saur Nabi jeung leungeun ngacok, Mun kilat kaluar tina batu, Langit ngaluarkeun janji nu éndah tur jujur. Parit Khandaq, benteng nu henteu ningali senjata, Tapi ningali cinta jeung percaya, Ningali sabar nu dijieun taméng, Ningali sujud nu dijieun kakuatan. Musuh datang ku rasa sombong, Tapi parit nyieun maranehna hilap jalur, Nu disangka kalah, taya jalan, Tapi Gusti maparin pertolongan. Sabagian lapar, sabagian nguseup haneut, Tapi haténa teu beunang dileungitkeun,...

Sajak Sufi Sunda: “Leumpang Dina Kalurugan Cahaya”

  Sajak Sufi Sunda: “Leumpang Dina Kalurugan Cahaya” “Maka istikamah… sakumaha anu diparéntahkeun” (QS Hûd: 112) “Kuring geus diparéntah adil...” (QS Asy-Syûrâ: 15) “Gusti Nu nyiptakeun langit jeung bumi…” (QS Asy-Syûrâ: 78) “Saha nu nyebut: Rabbunallah... moal sieun, moal sedih.” (QS Fussilat: 30) 🌒 1. Leumpang Dina Kalurugan Cahaya Ulah ka kenca, ulah ka katuhu, lempeng… sanajan hate osok merlukeun bungah instan. Gusti maparin parentah, lain pamadegan— tapi cahaya pikeun nu daek nurut, kitu ceuk Surat Hûd: “Istiqamahlah, sakumaha diparéntahkeun…” Leumpang téh lain ngan leumpang suku, tapi leumpang rasa nu henteu leungit arah. Teguh, sabar, henteu narima kaayaan, tapi ngarobahna ku restu Gusti. 🌤️ 2. Keadilan Dina Tunduk “Adil!”—ceuk paréntah-Nya, lain adil pikeun kasenangan pribadi, tapi pikeun ngagambarkeun Asma-Na: Al-‘Adl. Dina Surat Asy-Syûrâ ayat 15, Rasul disauran pikeun nyuarakeun kaleresan tanpa panasaran, tanpa ambek. Kusabab dakwah téh se...

Sajak Sufi Sunda: "Di Jalan Istiqamah, Haté Tunduk ka Nu Maha Suci"

  Sajak Sufi Sunda: "Di Jalan Istiqamah, Haté Tunduk ka Nu Maha Suci" “Maka istiqamahlah sebagaimana engkau diperintah…” (QS Hud: 112) “Gusti nu nyiptakeun langit jeung bumi…” (QS Asy-Syura: 78) “Innaladzina qaaluu rabbunallaahu… tur moal sieun, moal sedih…” (QS Fussilat: 30) Di Jalan Leumpang Istiqamah Leumpang teu kudu gancang, tapi kudu lempeng. Teu kudu meunang ayeuna, asal henteu mundur deui. Kuring ngadenge sora haté ngalantun ka langit: “Istiqamah… istighfar… tunduk ka Parentah Gusti.” Angin peuting ngahiliwir ngabasuh leungeun nu capé. Tapi haté nu tahan teu nyiar pujian, mung nyungsi ridha Nu Maha Welas. Tawakal jeung Pasrah Langit jeung bumi nyaksian, manusa mah lemah. Tapi Allah— Anu Nyiptakeun sagalana— dideuheuskeun ku haté nu nyerah. Teu aya rasa galisah, sabab percaya sagalana geus diatur ku nu Maha Eling jeung Maha Nyukcruk. Pasrah lain kalah, tapi tanda nu geus wanoh ka jeroeun cinta Gusti nu teu kasorang...

Sajak Sunda: “Lempeng, Sanaos Angin Ngageleger” Tadabbur QS. Hûd: 112

 Sajak Sunda: “Lempeng, Sanaos Angin Ngageleger” Tadabbur QS. Hûd: 112 Lempeng… ceuk Gusti, sanes sakahayang diri, tapi sakumaha paréntah langit ngalangkungan kalbu nu ngadenge. Leumpang, henteu kudu gancang. Teu kudu meunang ayeuna, tapi ulah nyimpang. Ulah sakadar sabentar ngaji, tapi batinna bolay-balay. Istiqamah téh… teu sok manis kawas omongan, kadang getir kawas nginum kahadean dina dunya nu ngapungkeun hoak jeung hawa nafsu. Tapi istikamah téh seuseungitan: nu leutik-leutik tapi langgeng, saperti cai nu netes tina hate nepi ka nyieun walungan amal. Kuring… hayang nangtung dina garis nu lempeng, teu galideur ku pujian, teu pareumeun obor ku caci maki. Sabab haté nu istiqamah téh teu narima dunya, tapi narima Gusti dina unggal tapak lampahna. Heueuh… dunya baris gugurkeun, tapi Gusti bakal ngangkat. Tangtu capé, tangtu peureum, tapi upama sabab Gusti, taya nu sia-sia. Istiqamah téh… jalan nu leutik, tapi ngahontal tujuan nu gede: Ridha Gusti nu langgeng salilana.

Sajak Sufi QS. Al-Mujadilah: Ayat 1

  Sajak Sufi QS. Al-Mujadilah: Ayat 1 قَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّتِى تُجَـٰدِلُكَ فِى زَوْجِهَا وَتَشْتَكِىٓ إِلَى ٱللَّهِ ۦ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌۭ بَصِيرٌۭ 🕊️ “Yang Mengadu, Didengar oleh Langit” Ada seorang perempuan, yang tak punya pengadilan kecuali langit yang sunyi. Tak ada saksi, hanya hatinya yang sesak, dan lisan yang gemetar menyebut nama suaminya dalam gugatan lirih kepada Rasul. Ia tak mengangkat suara, tapi Allah— Maha Mendengar —telah lebih dulu memperhatikan. Ia tak mengetuk pintu, tapi Pintu Langit terbuka bahkan sebelum ia berdiri. Wahai jiwa, jangan kau sangka hanya teriakan yang bisa sampai. Air matamu yang jatuh di atas sajadah, keluhanmu di malam buta, bisikanmu yang tak selesai dalam dada— semua didengar oleh Dia yang tak pernah tidur. Ya Samī‘, dalam rumah-rumah kami yang sunyi, dalam luka-luka yang tak sempat diceritakan, jadilah pendengar yang menguatkan. Karena tak ada cinta yang lebih adi...

MENYELAM DAN BERCAHAYA

 Menyelam dan Bercahaya Di tepi huruf-huruf suci, aku berdiri, dengan hati yang haus dan jiwa yang rindu. Kutapaki ayat demi ayat, seperti laut tak bertepi yang menyimpan mutiara makna, dan arus cinta dari langit tinggi. Aku menyelam, bukan hanya membaca tapi mendengarkan denting pesan-Nya di dasar kalbu. Setiap huruf-Nya, menghidupkan nurani, mengobarkan cahaya yang lama padam. Hingga perlahan, gelapku luluh oleh terang, gusar sirna oleh tenang. Aku pun mengerti: Al-Qur’an bukan sekadar bacaan, ia adalah pelita. Dan siapa yang terus menyelam ke dalamnya, niscaya akan bercahaya — bukan dari sinar dunia, tapi dari cahaya Tuhan yang kekal abadi.

PANGGILAN DARI TERTUA

 "Panggilan dari Rumah Tertua" (Tadabbur QS. Ali Imran: 97) Di tanah yang gersang, tapi tak pernah sepi, Ka'bah berdiri — saksi cinta abadi. Rumah pertama, bukan hanya bangunan batu, Tapi simbol janji, antara hamba dan Tuhannya yang satu. Di sana, Jejak Ibrahim tertanam di maqam mulia, Tanda ketaatan, bukan sekadar cerita. Sesiapa pun datang, Tak membawa mahkota, tak mengenakan gelar. Semua sama, Putih kafan di badan, hati tergetar. “Haji adalah kewajiban,” firman-Nya terang, Bagi yang mampu, jangan tunggu senja datang. Sebab panggilan ini bukan sekadar suara, Tapi sapaan cinta dari Yang Maha Kuasa. Barang siapa berpaling — Bukan merugikan Tuhan Yang Agung, Tapi kehilangan bagian dalam pelukan ampun. Sebab Dia Maha Kaya, Tak butuh langkah kita. Kitalah yang rindu kembali, Pada asal mula — rumah suci. Maka jika engkau mampu, Berangkatlah tanpa ragu. Bawalah niat, air mata, dan rasa takut, Sebab haji bukan perjalanan tubuh, Tapi pulang — menuju Allah, dengan jiwa yang tundu...

Delapan Pintu Amanah

 "Delapan Pintu Amanah" (Tadabbur QS. At-Taubah: 60) Di jalan sunyi malam bersujud, Ada titipan harta yang harus terwujud. Bukan untuk disimpan dalam gudang megah, Tapi dibagikan, sesuai titah. Bukan milik sendiri segunung emas, Allah telah menetapkan batas. Zakat bukan sekadar angka, Ia jembatan, bukan sekat semata. Untuk fakir, yang lapar mengeringkan lidah, Yang mengais harap di sela reruntuhan sedekah. Untuk miskin, yang diam menahan malu, Yang sembunyikan luka di balik senyum palsu. Amil, para penjaga amanah suci, Menyalurkan berkah tanpa letih hati. Muallaf, yang baru kenal cahaya, Dipapah lembut ke jalan bahagia. Budak-budak, yang terbelenggu dunia, Zakat jadi kunci bebas merdeka. Orang berutang, tak lagi sendirian, Tersentuh rahmat dalam keputusasaan. Fi sabilillah, para pejuang di garis depan, Menjaga kalimat-Nya tetap menjulang di awan. Ibnu sabil, musafir yang kehilangan arah, Zakat menyapa, menjadi rumah di tanah gersang dan basah. Wahai insan, ini bukan pilihan s...

MERUBAH KEMUNGKARAN

 MERUBAH KEMUNGKARAN Di lorong waktu yang sunyi, terdengar seruan langit nan suci: "Barangsiapa di antaramu melihat mungkar" Jangan diam — jangan gentar. Dengan tangan, genggam kebenaran! Tumbangkan batil, tegakkan iman. Jika lemah tak mampu gerak, Biarlah lidah jadi tombak. Ucapkan benar meski getir, Meski pedang fitnah mengintip batin. Karena diam di tengah mungkar, Adalah luka bagi nur yang sadar. Jika mulut terkunci dan tangan terbelenggu, Biarlah hati bersaksi dan merindu. Pada dunia yang menanti cahaya, Pada iman yang nyaris sirna. Itulah iman… yang paling lemah, Namun tetap menolak gelap dan resah. Karena lebih baik hati yang menolak, Daripada jiwa yang diam dan menolak bangkit. Wahai jiwa yang mengembara, Jangan padam walau nyala tinggal bara. Katakan mungkar itu salah! Walau dengan lirih — walau dengan darah. Bismillah, mari kita mulai… Dengan tangan, lisan, dan nurani. Karena Rasul bersabda, bukan untuk disimpan, Tapi untuk ditanam — dan dijadikan pedoman.

Dua Gerbang Cahaya

 “Dua Gerbang Cahaya” Dalam sunyi yang mulai turun dari langit, Isya memanggilku dengan suara rahasia, seakan Tuhan berkata dalam bahasa malam: "Datanglah... sebelum tidurmu memenjarakan jiwamu." Aku langkahkan kaki ke rumah cahaya, di sana kutemui para pecinta— yang meninggalkan dunia demi satu sujud, dan dalam saf mereka, aku pun luluh. Isya, bukan hanya penutup hari, tapi pembuka gerbang langit, bagi mereka yang ingin bermalam di pelukan Rahman, walau hanya sebentar. Kemudian malam berlanjut sunyi, bumi tenggelam dalam lena panjang, tapi di ujung fajar, suara lembut memanggil: "Ash-shalatu khayrun minan naum..." Subuh, cahaya pertama yang menjamah kalbu, saat dunia masih memeluk gelap, para kekasih-Nya telah bangkit, menghadap-Nya dalam cahaya yang belum terlihat. Rasul bersabda: "Siapa yang shalat Isya berjamaah, seakan dia telah berdiri setengah malam; dan siapa yang shalat Subuh berjamaah, seakan ia telah berdiri sepanjang malam." (HR. Muslim) Wahai ...

Lima Waktu Cinta

 “Lima Waktu Cinta” Ada lima waktu yang Tuhan titipkan padaku, sebagai jam-jam perjumpaan, saat langit terbuka dan bumi bersujud, tempat jiwaku kembali mengenal arah. Subuh, cahaya pertama yang membelah malam, di waktu kantuk masih berat, aku datang berjamaah dengan tubuh dingin, tapi hati hangat oleh cinta yang tak tidur. Isya, penutup hari yang paling sunyi, saat dunia redup dan lampu mati, di rumah-Nya aku temukan cahaya sejati, bersama para pencinta yang setia menanti. Rasulku bersabda, "Sholat berjamaah Subuh dan Isya lebih berat bagi orang munafik, tapi bagi pecinta-Nya, itu gerbang kemuliaan." (HR. Bukhari-Muslim) Namun bukan berarti Dzuhur tak mulia—ia adalah ketenangan di tengah hiruk siang, Ashar tak agung—ia penanda waktu menurun, tempat muhasabah, Maghrib tak bercahaya—ia senja yang merekah sebelum malam memeluk jiwa. Kelima waktu adalah lima hela napas cinta, tak satu pun pantas ditinggal, karena Allah tak memanggil sekali, tapi lima kali sehari—agar kita tak jau...

Kursi-Nya Meliputi Langit dan Bumi

 Kursi-Nya Meliputi Langit dan Bumi Di antara kelamnya dunia yang fana, Aku temukan cahaya: "Allahu laa ilaaha illa Huwa" Tiada ilah selain Dia, Yang Menghidupkan ruhku dengan Nama-Nya Yang Menjaga hatiku dari tidur yang lalai. Tiada kantuk menyentuh-Nya, Sedang aku lelah dalam gelisah dunia Tapi Dia... Tak pernah alpa, Menjaga segala rahasia dan terang yang ada. Lahulah ma fissamawati wama fil-ardh, Segala yang di langit dan di bumi Adalah milik-Nya — Bahkan sukmaku yang bergetar ini, Bukan milikku sejatinya. Man dzalladzi yasyfa'u 'indahu illa bi idznih? Siapa yang bisa memohon bagi yang lain, Tanpa izin-Nya? Di hadapan-Nya, Malaikat pun tiada kuasa tanpa restu-Nya. Dia Maha Tahu, Sebelum aku mengenal kata “tahu”, Dia memahami apa yang tersembunyi Di balik helai-helai fikirku Dan masa depanku, Yang bahkan belum sempat aku mimpi. Wasi'a kursiyyuhu alssamawati waal-ardh, Kursi-Nya meliputi langit dan bumi— Sedang hatiku sempit, Tak mampu menampung setetes pun dari...

Sajak yang merupakan tadabbur dari Surat Al-Hadid ayat 1

 Sajak yang merupakan tadabbur dari Surat Al-Hadid ayat 1: > سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِي السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ "Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." 🌌 "Tasbih Semesta" Tadabbur Sufi QS. Al-Hadid: 1 Langit menunduk dalam zikir sunyi, Bumi bergetar dalam dzikir yang tersembunyi. Segala yang hidup, bahkan batu yang diam, Menyebut nama-Nya tanpa jeda dan malam. Burung-burung melukis pujian dalam terbang, Daun-daun pun berbisik dalam diam yang tenang. Tak satu pun makhluk yang lalai, Hanya manusia yang kadang alpa dan gagal. Wahai jiwa yang terbuat dari tanah, Apakah kau tak malu pada dedaunan yang lebih taat? Apakah kau tak iri pada bintang yang tak pernah ingkar, Padahal ia tak punya hati seperti yang kau sandar? Dialah Al-‘Azīz — Maha Perkasa yang tak tertandingi, Dialah Al-Ḥakīm — Maha Bijaksana yang mengatur harmoni. Segalanya bertasbih, dalam bahasa ya...

Ketika Mereka Berkata: Kami Pembenar, Bukan Perusak

 "Ketika Mereka Berkata: Kami Pembenar, Bukan Perusak" (Tadabbur QS. Al-Baqarah: 11–12) Di balik senyum mereka, tersimpan gemuruh dusta yang rapi. “Janganlah kalian membuat kerusakan!” kata suara langit, namun mereka menjawab, “Kami hanyalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Wahai ruh yang menatap cermin nurani, bukankah kerusakan kadang diselubungi jubah kebaikan? Bukankah api kadang datang dengan lentera, bukan obor? Mereka tanam benih racun, di ladang yang mereka sebut harapan. Mereka balut luka umat dengan kata-kata manis, lalu menyiramnya dengan kepalsuan. Namun firman-Nya menyingkap tirai: > “Ketahuilah, merekalah para perusak, tetapi mereka tidak menyadarinya.” Betapa halus jalan menuju kesesatan, jika hati tak disirami cahaya Al-Haqq. Betapa tipis batas antara pembenaran dan kesombongan, jika jiwa tak ditundukkan dzikir. Tuhan, bimbing kami mengenali kerusakan sebelum ia menjelma jadi kebiasaan. Teguhkan kami menjadi pembenar yang benar dalam hati, bukan peng...